LETS LOVE FULLFILL YOUR HEART

Rabu, 23 November 2011

Hapus Bhisama dari Pasal RTRWP Bali, Siap-Siap Terima Kutukan



Ide menghapus bhisama dalam pasal RTRWP Bali dinilai merupakan ide sesat. Tokoh agama, sulinggih, tokoh adat maupun akademisi seperti Ida Pedanda Gede Putra Bajing, Petajuh Bendesa Agung MUDP Bali Ida Dewa Gede Ngurah Swastha dan  Rektor IHDN Denpasar Profesor Made Titib dengan tegas menolak rencana tersebut. Ditegaskan, Bhisama tidak boleh diotak-atik apalagi dihapus demi kepentingan segelintir orang. Jika ada yang berani menghapusnya, siap-siaplah menunggu kutukan bahkan menunggu kehancuran Bali.
Ida Pedanda Gede Putra Bajing ditemui di geryanya kemarin mengungkapkan, Bhisama merupakan keputusan yang dibuat orang-orang suci di Bali dan mengandung nilai-nilai spiritual dan agama yang tinggi sehingga patut diamalkan dan dijaga bukan malah diotak-atik apalagi dihapus. Menurutnya, hendaknya tidak segampang itu mengubah apalagi menghapus Bhisama karena sejak dahulu bhisama sudah menjadi pegangan filosofis masyrakat Bali dan tebukti ampuh menjaga Bali. “Jangan asal-asalan ingin menghapus Bhisama, nanti gumi Bali uwug,” ujarnya.
Ditegaskannya, para elit di pemerintahan dan dewan hendaknya memaknai spirit Bhisama itu sendiri secara niskala. Jangan sampai kebijkan yang diambil bertentangan dengan niai budaya Bali, aspirasi serta hati nurani masyarakat Bali terlebih jika demi kepentingan segelintir orang sehingga mengorbankan Bali. “Jangan ngomong saja ajeg Bali tapi dalam langkahnya tidak seperti itu. Sedangkan masyarakat di bawah sangat taat, patuh dengan segalanya. Kenapa elit-elit politik yang tidak beres, tidak mengerti, tidak tahu dengan nilai-nilai budaya Bali?” tudingnya.
Siap-Siap Terima Kutukan
Penolakan tegas juga muncul dari Petajuh Bendesa Agung MUDP Bali Ida Dewa Gede Ngurah Swastha. Dihubungi terpisah, Dewa Gede Ngurah Swastha menegaskan Bhisama harus menjadi dasar dalam penyusunan rencana tata ruang dalam upaya membangun Bali. Bhisama merupakan implementasi konsep Tri Hita Karana sehingga mutlak harus tetap ada, tidak boleh diganggu gugat. “Kalau itu dilakukan akan kami gugat selaku manusia Bali” ujarnya.
Ngurah Swastha juga mempertanyakan kenapa sampai ada wacana menghapus Bhisama karena Bhisama itu merupkan suatu yang sakral dan suci. “Coba tanya kita orang-orang Bali terutama para gotra dan soroh. Semua punya peninggalan Bhisama dari para leluhurnya. Beranikah mereka mempersoalkan Bhisama para leluhur? Apalagi melanggar bahkan menghapus? Tidak! Apapun itu, biasanya dilaksanakan karena itu titah leluhur dan berisi pamastu. Jika dihapus pamastu (kutukan) itu pasti berjalan” tandasnya.
Jangan dihancurkan
Rektor IHDN Denpasar Profesor Made Titib dengan tegas menolak penghapusan pasal Bhisama. Menurutnya jika diibaratkan undang-undang dasar, keberadaan Bhisama dalam perda RTRWP merupakan pembukaan atau preambul yang menjiwai pasal-pasal lainnya sehingga tidak boleh diganggu gugat. Ditambahkannya, bhisama harus tetap berada dalam pasal karena jika hanya dimasukkan dalam penjelasan kekuatan bhisama akan melemah sehingga upaya menjaga kesucian kawasan pura tidak akan berarti lagi. “Saya sedih jika nanti di samping pura ada hotel tinggi, megah, trus pura kita kecil. Jangan dihancurkan! Kita harus punya kesadaran. Jangan sampai orang Bali tidak memiliki Bali lagi.” Ditegaskannya, Bhisama tidak boleh dihilangkan demi menjaga Bali. “Jangan sampai kesucian Bali hilang, kepribadian masyarakat Bali pecah. Jika ini terjadi jangan-jangan penduduk Bali bukan orang Hindu lagi. Lalu apa yang bisa kita harapkan?” tanyanya. (wid)


Kamis, 20 Oktober 2011

Aku Hanya Seorang Kuli


mimpiku menguap tatkala pagi merayap
sinar mentari mulai menggerayangi relung jiwa
tetes embun melebur deru kantuk
... mobil menderu semangat pun menggebu

tanpa sepotong roti menyapa
tanpa secangkir kopi menepi
berbekal pena dan kertas
kuterabas relung relung misteri birokrasi
kurangkai jerit petani yang menggigit jari
kudesahkan keluh anak jalanan
kuteriakkan betapa redupnya kehidupan nelayan

siang merapat
terik menyengat
kerongkongan tersekat
namun keganjilan belum semua tercatat

keganansan ibu kota mengintip tiap jengkal langkah
desah menanggung resah
deru nafas meradang berat
banyak pengerat merapat
tawarkan amplop berhias laknat
namun hati tak terpikat
nurani berkelit
jiwa berontak
berteriak

tak kan kunodai sumpah setia
tak kan kutukar kejujuran dengan keserakahan
walau hingga malam
sepotong roti pun belum sempat kuenyam
 

Krama Bali : Nyunjung Satru Ngarap Ruang??

Ironis!!!! Krama Bali Seolah-Olah Nyunjung Satru Ngarap Ruang (Tersenyum Untuk Umat Lain Tapi Bertengkar Dengan Saudara Sendiri)
Hal Ini Dijadikak Celah Oknum2 Tertentu Untuk Mengubah Kepercayaan Nyama Bali
Faktanya 27.500 Umat Hindu Beralih Ke Agama A, 20.000 Ke Agama B,,
Akankah Eksistensi Umat Hindu Tetap Terjaga Jika Kita Sibuk Bertengkar Dengan Sesama, Berebut Tapl Batas, Menyerakahi Kuburan,,Menyerakahi Pura
Mari Saudaraku,,,,Bangunlah Dari Tidur Lelapmu,,,,Tengok Umat Sedharmamu,,,,Rangkul Mereka,,,Hilang Sifat Dengki Dan Iri Hati Pada Nyama Atugelan

Kembalikan Baliku

oleh Pram Daud pada 25 Agustus 2011 jam 20:32
Pulau dewata kini dikepung keganjilan
Pulau kecil ini tersudut bisu
Manisya madu dan kue Pariwisata tanpa diasadari mengandung racun terselubung
Dan manusia Bali mulai tak mampu memuntahkan racun itu
Mereka menelannya mentah-mentah
Pariwisata bak raja
Di luar itu hanya budak belaka
Akibatnya petani padi menjerit kekurangan air
Peternak sapi terkulai lesu meratap
Nelayan berkeluh kesan tanpa tangkapan ikan
Jaba pura digadaikan jadi lapangan golf
Bahkan pura harus bersaing dengan bisingnya karaoke di malam hari
Kafe merenggut pamedek dari dewata
Ketaksuan kian luntur
Desa pakraman bertekuk lutut di hadapan kapitalis
Alam turut menjerit
Tepi pantai penuh puntung rokok
Jurang dan tebing ditembok
Sawah disulap jadi beton
Kaki gunung tak henti-hentinya dikeruk
Makin hari ia makin pincang menunggu tumbang
Ahh..dimana pejabat
Dimana penjaga taksu Bali
Mungkinkah mereka mabuk mengecap manisnya pariwisata Bali
Mungkinkah mereka lupa nyame brayenya yang petani, peternak dan nelayan
Ahhh....kembalikan Baliku
Bali yang dihiasi berjuta-juta hamparan sawah hijau
Dipenuhi jutaan petani yang bernyanyi merdu bukannnya menangis sendu
Bali yang dibisingkan suara jutaan ternak
Yang digiring pemilikknya penuh suka cita bukannya berduka
Bali yang menjadi surga bagi nelayan
Bukan dunia tanpa kepastian terombag-ambing di lautan.
Oh Baliku aku merindukanmu
Kapan kau kemabli memelukku mesra
Diiringi nyanyian dewata dan alunan genta?
Ahhh..mana Baliku yang kukenal

BISAKAH BALI TETAP BERSOLEK

oleh Pram Daud pada 25 Agustus 2011 jam 21:46
Pram, tiak bisa kusembunyikan gelisahku. Sebagai putra Bali, nurani menjerit. Tak bisa kubanyangkan bagaimana wajah tanah yang turun-tremurun kuwarisi dari leluhurku. Kini pulau dewata tak elol lagi Pram. Ketaksuan tanah para dewa-dewi ini kini digugat dinamika zaman. Sampai kapankah kami bisa bertahan?
Manisnya kue pariwisata telah membutakan manusia Bali, Pram. Banyak diantara kami mabuk dan tenggelam dalam kenikmatan peribadi. Investor asing dengan ramahnya menawarkan guci-guci anggurnya. Manusia Bali pun terus meneguk dan menelannya mentah-mentah.
Wacana-wacana demi wacana terus bergulir dari meja diskusi yang satu ke meja lainnya. Pemerintah hanya bisa beretorika bahkan membuat kebijakan di luar akal sehat manusia Bali. Kebijakan pro rakyat pun hanya menjadi hitam di atas putih bukan realita. Rasa keadilan hanya jadi hayalan. Dan kini wacana hangat sedang bergulir Pram. Orang-orang berdasi itu berencana mempermak wajah Bali. Mereka menggelontorkan wacana yang tak sedap didengar maupun dipandang. Tahukah kau apa itu Pram?
Ah...Mungkin kau akan tertawa sinis mendengar jawabanku. Atau juga mungkin kau akan menangis mendengar kabar ini. Bisa jadi ini adalah berita duka bagi pulau serubi pura ini. Bisa jadi ini wacana ini adalah gerbang menuju runtuhnya taksu Bali. Tapi tunggu dulu! Kau kenapa Pram?? Oh iya aku tahu. Kau akan mencatat wacana ini dalam lika-liku sejarah perjalanan tanah Bali. Trima kasih Pram..
Baiklah aku akan mulai bercerita. Begini Pram.
Tak bisa kumengerti bagaimana jalan pikiran segelintir pejabat kita dan pemerintah pusat. Dengan dalih memecahkan masalah kepadatan pemukiman di Denpasar, mereka berniat membangun rumah susun Pram. Tahukah kau Pram, apa yang terjadi jika itu terealisasi? Wajah bali akan makin kumuh Pram. Wajah pulau yang digembar-gemborkan sebgai pulau surga ini akan borok dan bernanah.
Bali tak kan bisa bersolek lagi. Kecantikannya akan luntur bahkan berangsur-angsur akan tenggelam dalam kenistaan. Tak mungkin akan ada kumbang lagi yang menegok pulau yang kita kasihi ini. Tak mungkin lagi mentari tersenyum cerah pada kami. Semua akan berubah kelabu Pram. Para dewa pun mungkin akan enggan tinggal disini. Kau tahu kenapa? Karena rumah susun itu senyatanya tak sesuai dengan konsep budaya dan religius orang Bali. Bisakah kau bayangkan Pram, tak kan ada lagi vibrasi kesucian. Tak akan ada lagi konsep asta kosala-kosali yang begitu kita junjung. Tak akan ada lagi raung menyama braya yang hangat dan penuh keakraban. Manusia Bali akan dijejalkan pada sebuah bangunan yang senyata menyumpan jutaan masalah sosial budaya dan benih-benih perselisihan.
Tapi pemerintah berdalih, pembangunan ini demi keluarga miskin di Bali, demi menyiasati sempitnya lahan pemukiman dan mencegahan pemukiman kumuh. Ahh...bulshit. Kau tahu Pram, semiskin-miskinnya orang Bali, tidak mungkin tidak, mereka pasti punya sebidang tanah di kampungnya. Dan itu kurasa sudahlah cukup untuki menunjukkan esksistensi ke-Balian-nya. Lalu rumah susun ini untuk siapa?
Jikapun rumah susun itu dibangun , kuyakin Pram, manusia Bali yang begitu kental nuansa religiusnya akan enggan tinggal di rumah susun. Bahkan mungkin mereka akan jijik dan muntah mencium aromanya.
Asal kau tahu Pram, kami tak ingin Bali seperti Jakarta yang penuh rumah susun namun malah terkesan kumuh, semrawut dan menyimpan masalah sosial budaya teramat pelik. Kaulihat saja Pram, rumah susun di Jakarta mayoritas dihuni penduduk pendatang yang mengecap rejeki di ibukota. Keberadaan warga asli, warga Betawi, hanya riak kecil di tengah lautan. Akankah rumah susun itu hanya jadi sarangnya warga pendatang yang kian hari kian merongrong ke-Bali-an kita?
Lalu apa untungnya bagi kita? Warga pendatang yang makan nangka tapi kita yang kena getahnya. Ahh..mungkin pandanganku terlalu sempit Pram. Mungkin pula kau menghujatku tidak nasionalis, tidak tenggang rasa. Tapi asal kau tahu Pram, manusia Bali sudah cukup bertenggang rasa, hingga kami terus dirongrong dan diperdaya. Kini saatnya kami tegas dan teguh menjaga tanah kami, walau dengan kengototan sekalipun.
Bali ini milik kami bukan milik investor, bukan milik pendatang bukan pula milik pejabat. Bali ini warisan leluhur kami dan amat durhakalah jika kami berpaling darinya, tak melindunginya atau bahkan mengabaikannya. Semoga kau setuju Pram.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Mengenang Kenangan

Kepahitan bila berlalu
Jadi lagu sangat merdu
Tangis bila mengisak
Dada rasa terkoyak
Cinta bila hilang
Kan jadi pencarian yang terus berulang
Ingatan bila tersimpan
Kan jadi harta karun sepanjang zaman
Waktu bila berlalu
Kan jadi kenangan teramat syahdu


Teringat suatu masa saat kau terpana
Menatap puncak gunung yang kau tunjuk
Kau berseru “lihat semakin jauh dia semakin indah rupanya”
Ah...begitu pula kenangan
Semakin lama dia kan semakin berharga

Namun apa jadinya jika kenangan itu terlupakan
Tersisihkan, terpinggirkan
dan hanya jadi penghias masa sekejap mata?

Tidak...
Kenangan itu tak kan pernah terkubur
Dia kan tetap indah seperti gunung yang kau kagumi dulu
Kenangan itu terbungkus rapi
Dalam sebuah kotak indah bernama harapan

Kenangan itu kan selalu ada karna ku selalu berharap
Kuberharap mendaki puncaknya
Kubermimpi membawanya ke masa kini
Menimang, memeluki
Dan mengelus mesra wajah lembutnya
Dalam sebiuah pigurta kaca
Dalam selembar kertas putih berhias tinta hitam
Dalam sejuta sel-sel otak
Dalam derai tangis dan deru suara hati
Kan kuabadikan dirimu bersama kenangan kita

Jumat, 29 Juli 2011

Garuda Kembali Melengking, Mimpi pun Kian Dekat Jadi Nyata




Selamat malam Pram. Kita jumpa lagi. Maaf lama tak menyapamu. Bukan sombong bukan sibuk bukan pula karna aku lupa padamu tapi karena otakku  selama ini beku Pram.
 Tapi Pram, kemarin malam, pikirannku terasa tersambar petir teramat dahsyat. Betapa tidak. Tim Merah Putih “Garuda” kebanggaanku mengepakkan sayapnya yang sempat patah dan rontok saat dibantai Malaysia pada laga final piala AFF Desember 2010 silam.
Garudaku kembali melengking Pram. Paruh-paruh tajamnya kembali terasah dan menyanyat-nyanyat musuhnya. Dan kali ini Turkmenistanlah yang jadi santapan empuknya dalam ajang Prap-Piala Dunia yang mendebarkan itu. Di lapangan gelora Bung Karno, mereka membakar semangat ribuan orang-orang yang sama antusiasmenya denganmu saat berhadapan dengan pena dan kertas.
Tak bisa kugambarkan betapa berdebarnya dada kami sejak peluit babak pertama menjerit. Bola itu menggelinding dari kaki ke kaki Pram. Dan, bisa kurasakan betapa bersahabat dan patuhnya si kulit bundar itu saat berciuman dengan kaki laskar garuda kita Pram.
Namun, kegelisahan kami tetap tak terbendung Pram. Ibarat seorang suami yang sedang menunggui istrinya di rumah sakit bersalin yang harap-harap cemas apakah tangisan putra atau putri yang menyambar telinganya. Hati kami pun demikian Pram, sering pindah haluan menebak-nebak antara kalah atau menang.
Pram...! Pram...! Seandaianya kau ada diantara kami dan menyaksikan langsung betapa panasnya Gelora Bung Karno terbakar jutaan semangat dan harapan,  kau pasti akan membuat cerita kemenangan kami makin lengkap dengan cerpen atau mungkin rekaman tertulismu yang lain. Sayangnya, hanya ada kami Pram! Cucu dan cicitmu yang ibarat anak ayam baru menetas. Kami akan linglung jika tak ada induk yang menuntun kami.
Dan terbukti Pram! Aku kini dalam kelinglungan dan kebingungan menuliskan momen bersejarah itu. Euforia kemenangan begitu memabukkan diriku hingga kosa kataku di kepalaku pun ikut berpesta, menari, tertawa, dan berteriak penuh harap mendukung garuda agar bisa menepi di Piala Dunia.
Mereka bahkan sempat mengancamku akan mogok jika kupaksa mereka bekerja untuk tulisannku saat semua pendukung garuda, termasuk mereka, sedang menikmati kemenangan. Kosaka kata itu berteriak angkuh Pram, “Hei Kau....!! Tak pantas kau menyebut dirimu pembela garuda jika kau menghalangi kami mengapresisi kemenangan tim kebanggaan kami!”.
Ah....Mukaku langsung memerah Pram. Daun telingaku pun tak seelok sebelumya. Ia tampak gersang dan kering Pram. Tak kuasa kututupi indraku mendenganr sindiran tajam itu. Dengan penuh ragu dan malu kujawab mereka.
“Maaf bung! Kita semua pecinta garuda. Kita semua rela berkorban darah untuk garuda seperti tim merah putih kita yang harus berjibaku menegakkan dan mengepakkan sayap garuda. Kuakui nasionalisme sepak bola kalian.”
“Dan untuk itu, kuliburkan kalian sehari ini. Tak usah bekerja. Nikmatilah kemenangan ini. Tapi ingat! Besok saat kau terbangun dan sadar dari mabuk kemenangan ini, bekerjalah lebih giat seperti tim merah putih yang pasti juga tak kan terus bermabuk-mabukan. Perjuangan belum selesai kawan. Penerbangan kita masih jauh menuju bandara Piala Dunia. Jangan sampai kita sesumbar dan menggangap remeh tugas yang kan datang menjelang.”
“Mari rapatkan barisan!  Seperti huruf A sampai Z, hanya kan menjema menjadi kosa kata jika terangkai dan bersatu padu. Begitu pula kita, pendukung garuda dan tim merah putih harus seia sekata dalam penerbangan menuju prestasi yang lebih cemerlang. Yang satu tak kan berguna tanpa yang lainnya. Kesalahan satu dua orang dalam pertandingan adalah kesalahan tim, kesalahan pelatih, kesalahan kita, kesalahan suporter bahkan kesalahan presiden juga karena mereka mengatasnamakan tim merah putih. Karenanya,  hendaknya jangan terlalu dibesar-besarkan atau mencari kambing hitam,”
Benar kan Pram? Kuharap kau setuju Pram.
Oh ya Pram, mungkin kata-kataku terlalu kaku dan ngawur, ngelantur atau mungkin seperti kata-kata orang ngelindur di siang bolong hari ini. Maklumlah, kemarin pesta semalaman jadi masih rada-rada puyeng. Hehe..
Okelah Pram! Doakan ya, moga tim garuda mampu mencukur lawan-lawannya lagi tuk memuaskan mimpi kami berlaga di Piala Dunia.
Garuda di dadaku. Garuda kebanggaaku. Kuyakin hari ini pasti menang. Salam sepak bola Indonesia.!